Senin, 02 Januari 2012

permasalahan sosial

senin, 23 november 2009

Menghilangkan kemiskinan & memakmurkan 230 juta rakyat Indonesia tanpa terkecuali boleh jadi hanya menjadi angan-angan belaka atau bisa di kata tidak mungkin terjadi. Tetapi mengurangi kemiskinan sekecil mungkin bisa dilakukan dengan beberapa program yang mengedepankan kepentingan rakyat.

Pertama meningkatkan pendidikan rakyat. Sebisa mungkin pendidikan harus bisa dicapai oleh seumua kalangan kalau bisa Wajib Belajar 16 tahun agar dicanangkan. Agar menciptakan Anak Indonesia yang cerdas, berintelektual tinggi serta dapat berguna bagi kepentingan bangsa & negara

Kedua Membuka banyak lapangan kerja. Merupakan salah satu langkah efektif untuk menekan kemiskinan karena dengan adanya lapangan pekerjaan maka Seorang ayah tidaah harus hanya duduk dirumah tanpa ada penghasilan namun bekerja dan mendapat penghasilan untuk kesejahteraan keluarganya.

Ketiga Stop eksplorasi/pengurasan kekayaan alam Indonesia oleh perusahaan asing. Karena banyak kekayaan negeri ini yangdikelola asing dengan alasan kita tidak mampu. Padahal jika kekayaan alam Indonesia dikelola sendiri maka hasil dari pengelolaan akan di nikmati oleh kita juga.

Jika beberapa langkah diaatas berjalan dengan rencana niscaya Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik.


Ada ungkapan yang berlaku di negeri ini yaitu “Orang miskin dilarang sakit. Sebenarnya saya sempat tertawa karena sakit aiapa yang mau kan? Namun Kalimat ini bukan karangan belaka, tetapi berdasarkan fakta dilapangan. Bayi yang sangat kurus akibat kurang gizi maupun seorang warga miskin di Jakarta beberapa waktu yang lalu harus menggendong jenazah anaknya sambil menangis karena tak ada biaya untuk menyewa Ambulans.

Anggaran yang terbatas dituding penyebabnya. Pada tahun 2009 anggaran di sektor kesehatan hanya 2,5 persen dari Anggaran Belanja Negara. Padahal yang disarankan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) adalah sebesar 15 persen.

Tak hanya itu. Dengan adanya program pengobatan gratis bagi warga miskin, masih banyak warga miskin yang ditolak oleh Rumah Sakit ketika hendak mendapatkan perawaatan.

Tentunya masalah ini dijadikan masalah kita bersama bukan hanya masalah orang miskin saja.

Sudah saatnya Transmigrasi menjadi bagian dari program penataan lingkungan serta program pembangunan yang berkelanjutan bagi bangsa ini karena masalah lingkungan bisa ditimbulkan akibat kepadatan penduduk yang berlebihan ditambah dengan kurang berjalannya rencana tata ruang kota yang masih satu provinsi.

Sebagai contoh masalah yang ada di sekitar kita adalah tidak berkesinambungannya pengeloloaan sampah, banjir, kemacetan di Jabotabek. Dalam kasus di samping pemecahanya harus diawali dengan mengurangi penduduknya dengan cara menggalakan program transmigrasi karena dengan kepadatan yang berkurang tentu akan memudahkan bagi pemerintah setempat untuk mengatur seluruh wilayah dan warganya.

Namun masalahnya adalah penduduk di jabotabek hampir tidak ada yang mau meninggalkan tempatnya jika dipindahkan ke Pulau lain yang lebih sepi penduduk semisal Sulawesi/Papua, walaupun dengan fasilitas rumah, tanah dan lahan pekerjaan.

Oleh karena itu seharusnya pemerintah menyamaratakan pembangunan, jangan hanya terfokus di kota Jakarta saja.

Sinetron, Kontes menyanyi dan tayangan kekerasan merupakan sebagian kecil dari tayangan tidak mendidik yang sampai saat ini masih di tayangkan di salah satu (mungkin bukan salah satu, tapi semua) stasiun televisi di Indonesia.

Program seperti ini hampir ditayangkan setiap hari dengan durasi yang beragam, yang biasanya ditayangkan dari petang hingga tengah malam, dimana banyak anak-anak yang menonton di jam tersebut.

Sinetron contohnya, menjual mimpi dan kemewahan, tidak sesuai dengan realita bangsa Indonesia sehingga menyebabkan masyarakat Indonesia berhkhayal dan selalu ingin sesuatu walaupun tidak bisa dibeli. Juga dibalut dengan banyak unsur-unsur kekeerasan
Kontes menyanyi sangat tidak mendidik contohnya komentator lelaki namun bertingah bahkan berpakaian seperti perempuan yang sangat mudah ditiru bahkan dijadikan Tren oleh masyarakat yang menontonnya.

Teguran harus ditujukan pada format acara secara keseluruhan sebab tak ada unsur pendidikannya sama sekali justru menjurus pembodohan masyarakat.

Dapatkah para pelaku dibalik tayangan tersebut berfikir secara menyeluruh, jernih untuk menayangkan program yang mendidik demi menyelamatkan generasi bangsa?

Pergaulan yang salah atau pergaulan bebas, mungkin ini yang banyak temukan/kita kunjungi di masyarakat kita. Dampak negatif nya beragam dan sangat banyak, mulai dari terjerumus ke obat2an terlarang dan yang lainya adalah penyakit virus yang sangat berbahaya dan dapat mengancam (HIV/AIDS).

Dari data yang ada, Di Kota Denpasar dari 633 pelajar SLTA yang duduk di tingkat II 155 orang atau 23,4% pernah berhubungan sexual. Itu saja baru di kota Denpasar, bagaimana jika di Kota-kota besar lainya, semisal Jakarta, Bandung. Tentu lebih banyak lagi.

Demikian juga masalah remaja terhadap barang haram narkoba semakin saja memprihatinkan. Dimana orang yang memakai barang haram narkoba adalah orang yang memiliki usia masih produktif.

Gambaran diatas yang cukup memprihatinkan bagi orangtua khususnya. Oleh sebab itu diperlukan perhatian khusus dari orangtua remaja untuk dapat memberikan pendidikan seks yang baik dan benar. Dan memberikan kepada remaja dengan penekanan yang cukup berbobot dengan cara penyampaian.

Ironis memang, tapi ini kenyataan, nilai-nilai budaya yang diciptakan oleh nenek moyang & turun temurun dilestarikan oleh bangsa ini sudah mulai hilang terkikis oleh budaya barat. Masyarakat maupun para generasi muda mulai menjauhi & meninggalkan budaya tradisional negeri ini dengan alasan mengikuti arus globalisasi ataupun alasan yang sebenarnya tak masuk akal lainnya. Akibatnya bangsa Indonesia kehilangan ciri bangsa di mata Internasional.

Ungkapan “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai budayanya” sudah di anggap hanya sebagai semboyan belaka & angin lalu, masyarakat kita lebih menyukai budaya barat daripada melestarikan budaya sendiri.

Sebagai contoh masyarakat perkotaan tidak lagi menggunakan bahasa yang baik dan yang benar, artinya bahasa Indonesia sudah digantikan dengan bahasa inggris atau bahasa gaul. Sepinya pengnjung/penonton jika ada pertunjukan budaya kesenian bangsa ini tapi jika ada pertunjukan konser musik Jazz, Rock pengunjung akan membludak bahkan merelakan tak sedikit uang untuk membeli tiket konser tersebut.

Sedangkan disisi lain bangsa ini condong ke budaya adat ketimuran, sangat tidak cocok jika budaya indonesia di masuki budaya barat. Untuk itu Pemerintah diharapkan mampu memberi informasi tentang kebesaran budaya Indonesia dibanding budaya barat kepada generasi mendatang agar budaya Indonesia tidak hilang/punah.

Pertanyaanya siapkah kita menjadi penerus bangsa yang menjunjung tinggi budaya tradisional kita sendiri?



Sebuah masalah yang sangat serius, apalagi jika dibiarkan berkelanjutan. Dari sebuah kabar berita yang saya baca, selama periode 5 tahun ini (2004-2009) pengangguran “bertopi sarjana” naik hingga setengah juta orang, atau lebih tepatnya 529.661 orang, dari 585.389 menjadi 1.115.119. Dan apabila di rata-ratakan setiap tahunnya Indonesia menghasilkan 106.000 orang pengangguran “bertopi sarjana”.

Mungkin permasalahan tersebut muncul dari beberapa kebijakan pemerintah yang tidak cocok untuk diterapkan di Negeri kita tercinta ini. Kebijakan pertama yang tidak cocok, dari zaman doeloe (dulu) kita sudah menerapkan pertumbuhan nol dalam hal penambahaan PNS. Tanpa disadari kebijakan tersebut malah meperkecil peluang lulusan perguruan tinggi dalam mengisi pekerjaaan di lembaga pemerintahan.
Kedua adalah penambahan lapangan pekerjaan yang sangat kecil namun tidak di imbangi dengan penambahan lapangan pekerjaan. Dari data yang ada selama kurun waktu lima tahun hanya ada 10,77 juta orang yang terserap pekerjaan. Pengangguran lama tercatat 10,2 juta jiwa/orang dan angkatan kerja baru bertambah 9,7 juta jiwa (total mencapai 19,9 juta jiwa). Tidak seimbang kan?

Ketiga ialah dikarenakan sistem pendidikan yang tinggi namun gagal menyeimbangkan jumlah/mutu, bahkan tidak jarang sama sekali tidak berkualitas. Angkatan kerja berpendidikan tinggi masa sekarang terlalu banyak sehingga makin banyak yang menganggur. Akar dari masalah adalah mutu kualitas lulusan yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan pasar yang ada.

Indonesia Zambrud/Permata Khatulistiwa, dengan Sumber Daya Alam yang melimpah ruah seharusnya dimaanfaatkan dan dijadikan peluang oleh angkatan kerja berpendidikan tinggi dengan cara menciptakan produk/pasar baru. Atau dengan menjadi wirausahawan sehingga membuka lapangan pekerjaan baru. Jangan Cuma berharap dan menunggu lowongan menjadi PNS.

Sekarang pertanyaanya siapkah kita menjadi sarjana yang berkualitas? Berikan yang terbaik bagi bangsa Indonesia ini

Share: